Kamis, 27 Desember 2012

Kesempatan - Part 2

Sementara itu, tak jauh dari tempat Aquilla berjalan, sosok pria itu tampak memarkirkan motornya. Tanpa Aquilla sadari, sosok pria itu berjalan cepat menghampirinya.
“Nih pake jaket gue! Udah cepetan gak usah banyak protes lagi. Udah mau ujan. Nanti yang ada lo udah pulang telat, keujanan juga. Trus ujung-ujungnya nyokap lo yang khawatir dateng ke rumah gue nanyain lo. Gue mau jawab apa nanti kalo nyokap lo nanyain?” ucap Aldo dengan sedikit panik, seraya menggandeng paksa tangan Aquilla ke arah motornya terparkir. Yang digandengnya pun hanya mampu terdiam.
Sepanjang perjalanan, Aquilla hanya mampu terdiam dan asik di dalam pikirannya sendiri. Masih tidak habis pikir, apa sebenarnya yang ada di dalam pikiran Aldo, baru sekali ini ia dengan segala kenekatannya memaksa dan menggandengnya, saking sibuk dalam pikirannya sendiri, ia sampai lupa memakai jaket yang dipinjamkan Aldo.
“La, udah sampe nih.. Lo gak turun?” tegur Aldo sewaktu ia sampai di depan rumah gadis yang berada dalam boncengannya. Nampaknya, gadis itu tidak menyadari tegurannya sehingga membuatnya membalikkan badan, dan mendapati tubuh gadis manis itu dalam keadaan basah kuyup, jaket yang ia pinjamkan tadi sama sekali tidak melekat di tubuh gadis itu.
“La, lo kenapa? Ini kenapa jaket gue gak lo pake? Lo sakit La?” tanya Aldo panik sembari mengguncang-guncangkan tubuh gadis itu.

Minggu, 23 Desember 2012

Kesempatan - Part 1

     Kakinya masih saja digoyang-goyangkan ke depan dan ke belakang. Lapangan basket, taman, dan beberapa helai daun yang mulai berserakan akibat datangnya musim kemarau tahun ini, menjadi satu-satunya saksi atas kegelisahan yang dirasakan gadis manis itu. Beberapa bulir keringat yang membasahi keningnya tanda kegelisahannya pun konsisten deras menurun. Sembari menggenggam secarik kertas yang terlihat lusuh tanda dimakan waktu, atau mungkin karena terlalu sering dibaca pemiliknya, gadis itu sesekali melihat jam yang terpajang cantik dipergelangan tangan kirinya.
~~
     “Ilaaaaaa!!!” teriak seorang ibu muda yang lari tergopoh-gopoh menghampiri gadis mungilnya yang terlihat nangis tersedu-sedu akibat darah segar yang mengalir dari lutut kirinya.
     “Ini kakinya kenapa?” tanya ibu itu panik.
     “Jatoh mah.. Hu.. hu.. hu..” jawab gadis mungil yang ternyata bernama Aquilla itu sembari terisak.
     “Emangnya tadi Ila abis ngapain kok bisa jatuh?”
     “Tadi Ila mau mainan ayunan, tapi Aldonya gak mau gantian. Ila mau ngerebut ayunannya, tapi gak bisa, malah jatoh.” jawab gadis kecil itu sambil menatap sinis bocah laki-laki yang sedang asik berayun di taman cluster perumahannya. Bocah yang ditatapnya pun hanya tertawa senang atas rasa kemenangan kecil yang didapatkannya.
     “Yasudah, lain kali Ila bisa minta baik-baik tanpa harus berebut kan? Sekarang akibatnya malah kaki Ila kan yang luka. Yuk pulang aja, biar mamah obatin di rumah lukanya.” ucap ibu muda itu seraya menggandeng tangan putrinya itu.
~~
     “La, nanti proposalnya lo aja ya yang ngasih ke Aldo. Gue udah dijemput nih.” ucap gadis yang berkuncir kuda itu.
     “Loh, kok gue sih yang ngasih, kan itu tugas elo Rin. Ogah ah. Males gue kalo harus ngomong berdua sama dia, lo kaya gak tau gue aja sih.” Jawab gadis berambut panjang hitam dengan poni pagar menghiasi.
     “Lo gak boleh gitu dong La, mau gimana gak akurnya lo sama Aldo juga kan lo tetep harus profesional. Sekarang kan posisinya lo itu wakil nya dia, gue juga gak salah kalo nyerahin proposal ini ke lo.” Timpal gadis yang ternyata bernama Khairina itu.
     “Gak mau ah. Lo tau kan Aldo kalo lagi main basket itu lama. Lagian lo mau kemana sih?”
     “Profesional dong La. Gimana OSIS kita mau maju kalo kepentingan ketua sama wakilnya aja masih suka dibawa-bawa ke forum. Lagian lo juga biasanya pulangnya kalo sekolahan udah sepi. Gue mau nganterin bokap gue ke bandara. Bokap gue mau ke Hongkong buat 3 bulan ini. Masa gue gak ikut nganter. Udah ya, supir gue udah nungguin di depan. Gue balik ya La. Titip proposal, oke? Bye!” pamit gadis yang dipanggil Irin itu menyudahi perdebatan yang terjadi diantara dirinya dan Aquilla di ruang OSIS siang itu.
Yang ditinggal pergi pun hanya mampu bersungut-sungut dan menghempaskan tubuhnya ke kursi tempat ia bekerja menjabat sebagai wakil ketua OSIS di sekolahnya. Tumpukan tebal kertas yang biasa ia bawa kemana-mana yang kadang berfungsi menghilangkan penatnya pun, tak cukup efektif untuk mengusir kegusarannya sore itu,

Sabtu, 22 Desember 2012

Aku, di sini. . .

Dan. . . Aku di sini. .

Perempuan yang hobi makan tapi tak pernah bisa terlihat gendut.
Perempuan yang menikmati hujan dari balik jendela dengan beberapa hembusan yang menghasilkan embun di balik kaca.
Perempuan yang selalu haus dan melepas dahaganya kepada setiap baris puisi.
Perempuan yang kadang sibuk mencumbui waktu yang berputar hanya untuk sebuah sajak .
Perempuan yang menganggap hidup tidak semudah layaknya menodai secarik kertas dengan sebuah kata.
Perempuan yang mencandui sastra tapi tak pernah bisa larut ke dalam cairannya.

Puisi adalah bagian dari hidup ku, dan setiap baris yang dihasilkannya adalah nafas peramu kata.
Kemarin, sekarang, esok dan entah sampai kapan, semua yang tumpah ke dalam lautan kata, tak lebih hanyalah sebuah lumeran hasrat yang tak pernah sabar menunggu untuk meluap.
Aku menulis dengan angan, dengan cinta sebagai pemanisnya, dan kamu... sebagai alasannya.
Aku selalu mencintai senja, hanya karena di antara banyak wajah langit, hanya senja yang mampu bersolek kepada bumi bahwa dirinya layak dicumbui sebagai anugerah Tuhan.
Aku benci perpisahan. Seperti membenci kata “pernah”. Yang menegaskan bahwa tak akan pernah ada lagi. Sekeras aku berusaha untuk menyukainya, namun, tak akan.. Tak akan pernah.
Aku percaya, selayaknya bahwa tak ada yang abadi dengan pertemuan, begitu pun perpisahan.

Aku merasa, aku menulis, aku bermimpi.