Sementara
itu, tak jauh dari tempat Aquilla berjalan, sosok pria itu tampak memarkirkan
motornya. Tanpa Aquilla sadari, sosok pria itu berjalan cepat menghampirinya.
“Nih
pake jaket gue! Udah cepetan gak usah banyak protes lagi. Udah mau ujan. Nanti
yang ada lo udah pulang telat, keujanan juga. Trus ujung-ujungnya nyokap lo
yang khawatir dateng ke rumah gue nanyain lo. Gue mau jawab apa nanti kalo
nyokap lo nanyain?” ucap Aldo dengan sedikit panik, seraya menggandeng paksa
tangan Aquilla ke arah motornya terparkir. Yang digandengnya pun hanya mampu
terdiam.
Sepanjang
perjalanan, Aquilla hanya mampu terdiam dan asik di dalam pikirannya sendiri.
Masih tidak habis pikir, apa sebenarnya yang ada di dalam pikiran Aldo, baru
sekali ini ia dengan segala kenekatannya memaksa dan menggandengnya, saking
sibuk dalam pikirannya sendiri, ia sampai lupa memakai jaket yang dipinjamkan
Aldo.
“La,
udah sampe nih.. Lo gak turun?” tegur Aldo sewaktu ia sampai di depan rumah
gadis yang berada dalam boncengannya. Nampaknya, gadis itu tidak menyadari
tegurannya sehingga membuatnya membalikkan badan, dan mendapati tubuh gadis
manis itu dalam keadaan basah kuyup, jaket yang ia pinjamkan tadi sama sekali
tidak melekat di tubuh gadis itu.
“La,
lo kenapa? Ini kenapa jaket gue gak lo pake? Lo sakit La?” tanya Aldo panik
sembari mengguncang-guncangkan tubuh gadis itu.
“Aduh..
Lo apa-apaan sih. Gue gak kenapa-kenapa. Gak usah pegang-pegang deh!” Aquilla menimpali
ketus pertanyaan Aldo, hanya karena ia takut laki-laki itu mengetahui bahwa
sedari tadi ia sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Gue
itu khawatir. Baju lo basah kuyup gini. Gue tegur juga lo gak nyaut-nyaut.
Lagian itu kenapa jaket gue gak lo pake?
“Males..
Yaudah. Thanks ya..” balas Aquilla dengan cueknya. Ia dengan santai
meninggalkan Aldo dan motornya yang masih berhenti di depan pagar rumahnya
seorang diri tanpa basa-basi sedikitpun. Sementara yang ditinngal pun hanya sanggup
menggelengkan kepala. Tidak mengerti sama sekali apa yang ada di dalam pikiran
gadis itu.
Malamnya,
Aquilla hanya mampu terbaring di kasur kesayangannya. Ia merasa lemas, entah
karena hari ini telat makan atau gara-gara kehujanan sore tadi.Yang jelas,
sekarang ia cukup malas untuk beranjak dari kasur, entah untuk sekedar membuat
teh panas, atau mengecek jadwal pertandingan basket yang akan diadakan di
sekolahnya besok. Berhubung sebentar lagi kelulusan, bagi kelas 3 yang sudah
menempuh Ujian Nasional dan tidak lagi memiliki jadwal pelajaran di sekolahnya,
biasanya OSIS kelas 3 yang sebentar lagi pensiun akan melangsungkan beberapa
kegiatan untuk mengisi kekosongan tersebut, diantaranya akan dilaksanakan
pertandingan basket, dan acara puncaknya adalah Pentas Seni yang akan dimanfaatkan
sekaligus sebagai acara perpisahan. Berhubung Aquilla menjabat sebagai wakil
ketua OSIS dan dalam kepanitiaan pertandingan basket nanti dia menjabat sebagai
koordinator seksi acara, sudah menjadi tugasnya dia untuk menyusun dan
menghafal rundown acaranya,
setidaknya ia harus mengetahui tim dari kelas mana saja yang akan bertanding esok.
Namun, dengan kondisi badannya sekarang, tampaknya ia agak enggan untuk
mengangkat sedikit saja tubuhnya untuk melihat jadwal. Ia hanya berfikir bahwa
sekarang ia harus istirahat dan segera tidur agar kesokan harinya tubuhnya fit
kembali.
Hari
dimana pertandingan dimulai pun tiba. Tampak raut-raut kesibukan muncul dari
wajah anak kelas tiga yang menjabat sebagai pengurus OSIS. Aquilla dan beberapa
teman panitia pertandingan basket pun sibuk menata jadwal dan papan skor untuk
pertandingan yang akan dimulai pukul 9 pagi ini. Untunglah staf acara untuk
pertandingan basket ini adalah sahabatnya sendiri, Khairina, jadi ia tak perlu
pusing karena ia belum membaca ulang rundown
acara yang telah mereka buat. Nampaknya hari ini pun Aquilla terlihat agak
kurang bersemangat, mungkin pengaruh dari kondisi fisik nya yang agak kurang
fit hari ini, ditambah lagi ia lupa membawa sweater, padahal cuaca hari ini matahari lebih
memilih untuk menyembunyikan diri di balik awan mendung yang menggelayut manja.
“La?
Are you okay?” Irin yang sedari tadi memperhatikannya pun akhirnya tak sabar
untuk bertanya langsung.
“Gue?
Oke kok. Kenapa emangnya?” Aquilla hanya menjawab sekena nya saja. Walaupun
pada kenyataannya ia agak merasa ada yang tidak enak dengan badannya,
kedinginan atau entah apa.
“Lo
pucet kali. Kenapa? Tangan lo juga dingin banget ini.” Saut Irin sambil meremas
telapak tangan Aquilla.
“Gue
gapapa kok, cuma agak kedinginan aja nih, efek cuaca yg lagi adem kali ya rin.”
“Serius?
Beneran gapapa? Yaudah kalo butuh apa-apa bilang ya. Udah mau jam 9 nih, kita
briefing anak-anak bentar yuk, biar gak usah ada yang nanya-nanya mesti ngapain
kalo pertandingan udah mulai.”
“Yuk..
Yaudah, lo kumpulin deh ya itu anak-anaknya, agak sakit nih tenggorokan gue
buat dipake teriak.”
“Oke
ibu koor. Lo tunggu disini ya, kita briefing disini aja.”
“Oke!”
saut Aquilla mengakhiri obrolan singkatnya bersama Khairina sebelum
pertandingan dimulai.
Sebelum
pertandingan dimulai, Aquilla sibuk membriefing
rekan panitia yang lainnya. Ada satu hal yang luput dari perhatian Aquilla,
Aldo. Tanpa ia sadari, sedari tadi Ketua OSIS nya itu yang kebetulan memegang
posisi sebagai seksi lapangan untuk acara tersebut, sedari tadi
memperhatikannya. Bukan memperhatikan instruksi yang Aquilla berikan, melainkan
memperhatikan air muka dan wajah pucat Aquilla. Entah perasaannya saja atau
memang Aquilla tampak terlihat tidak seperti biasanya, wajah itu terlalu pucat
untuk seorang gadis yang periang seperti dirinya. Memang bukan urusannya, tapi
entah sejak kapan, perasaan khawatir selalu menghinggapi beberapa dinding
hatinya ketika melihat keadaan Aquilla tidak seperti biasanya. Entah karena
sakit, atau entah karena raut kesal Aquilla apabila nilai ulangan hariannya
tidak seperti yang Aquilla inginkan, ia peduli akan setiap hal detail yang
terjadi dengan gadis manis itu. Kadang ada keinginan untuk nya berusaha
menghibur gadis itu apabila ia terlihat murung hanya karena beberapa hal
sepele, namun, baru saja ia mendekati gadis itu, selalu tatapan sinis dan tidak
bersahabat yang ia dapati dari wajah manis gadis itu, entah karena alasan apa
Aquilla selalu memandang sinis dirinya, Aldo pun tidak mengetahuinya secara
pasti, yang jelas, sudah sejak mereka kecil dirinya dan Aquilla tidak pernah
bersahabat.
Sudah
pukul 10 lewat 20 menit, pertandingan pun berjalan sesuai jadwal, tidak
mengherankan apabila seorang Aquilla diposisikan menjadi koor. acara, sudah
menjadi rahasia umum bahwa acara yang disusun Aquilla itu selalu berjalan lancar,
walau kadang menemui beberapa masalah, hanyalah masalah kecil yang tidak
terlalu berarti. Sejauh ini acara berjalan lancar sampai kejadian itu terjadi.
Memang wajar apabila Aquilla tampak berjalan mondar-mandir di sekitar lapangan
basket untuk memastikan setiap acara berjalan sesuai dengan jadwal yang telah
ia susun. Namun ia tidak menyadari bahwa diri nya sudah terlalu pucat untuk
terus mengawasi jalannya pertandingan, keadaan itu membuat fokus nya menjadi
berkurang, mengakibatkan bola basket yang salah alamat itu terlempar tepat
mengenai kepalanya. Kejadian itu begitu cepat, yang Aquilla ingat hanya lah
kepala nya cukup bertambah pening ketika bola basket itu melambung ke arahnya,
selanjutnya yang ia tatap beberapa temannya berlari menghampirinya dan gelap.
to be continued~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar