Kamis, 21 November 2013

Sebungkus Harap Dini Hari

foto: spesial


Ada yang salah dengan sujudku dini hari tadi. Kali ini bukan tentang sunyi yang selalu menemani. Karena aku mulai terbiasa dengan irama jangkrik yang bermelodi tanpa perlu beberapa larik. Atau hanya sekadar hembusan angin yang hendak berlalu pergi, berganti dengan udara fajar yang mengetuk di sela-sela ranting.


Aku temui jejak-jejak basah di atas sajadahku kala fajar, beberapanya berasal dari sesal yang teramat dalam, sisanya tentang harap-harap yang mulai menguap beterbangan.


Sunyiku dalam doa kali ini tak cukup untuk membendung risau yang kini telah meluap. Mengalir dari setiap inci lubang-lubang berdinding keputusasaan. Bukan karena penat berjuang, melainkan perkara kesempatan yang tak pernah terbuka.


Beberapa makna dari perjuangan itu sendiri lambat laun berganti dengan kenaifan dari seorang pengangan. Sekarang, hadir sumarah disertai luka tentang kekecewaan, tidak pada sosok yang muncul di setiap harap, tetapi pada keberanian untuk berangan terlalu jauh, pada kenekatan karena yakin tak akan tersesat pulang. Bahkan saat kamu berdiri tegar pada episentrum, ada membran yang tak akan pernah dapat ku tembus untuk berlari menuju kamu.


Kini, pukulan bernama kenyataan itu yang membawaku pulang dari perjuangan menuju asa, dari perang berlumur darah yang bersumber pada pedang kegagalan. Sebab, luka yang kini ada, tak akan mampu aku sembuhkan sendiri. Pisau berwujud kekecewaan itu telah menghujam terlalu dalam pada lengan yang pernah teguh membawa harapku.


Aku kembali pada Tuhanku, masih dengan kecewa yang sama, serta dengan sumber luka yang tak pernah berubah. Namun, aku tak akan kembali pergi dengan tujuan dan semangat yang sama. Di atas telapak tanganku sekarang, tumpah ruah segala asa yang pernah kubuat. Tidak karena letih mencoba, namun karena tak pernah ku miliki kunci yang aku butuhkan untuk membuka pintu yang aku tuju.
 
Dengan sisa harap yang masih ada, aku bawa segala angan yang pernah aku cipta kepada Dzat yang akan menyembuhkanku. Sebab pintu hatimu, ialah perjalanan terakhir yang tak akan pernah mampu aku tuju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar