![]() |
foto: google |
Pagi tadi, ku tatap lekat-lekat jendela yang menghadirkan
sebersit keemasan cahaya matahari. Hari ini berganti. Masih tentang rindu yang
tak pasti.
Hai kamu, tetap dengan sebuah harapan yang sama, sebelum
kembali kututup rapat jendela kamarku, aku harap langit pagi yang kulihat kala
itu juga mampu membawa ingatanmu kembali padaku. Meski kadang membawa pilu.
Kadang, banyak pertanyaan kecil perlahan muncul dalam
benakku, menggelitik dinding keyakinanku, mencoba membobolnya perlahan, dengan
senjata bernama logika. Aku lupa, kapan terakhir kali akal sehatku mampu menyambutmu
dengan tanpa mengharu biru.
Lagi-lagi rindu, ialah rasa yang tak mampu aku abaikan hanya
dengan sebuah pesan singkat. Kamu tau, aku membutuhkan penawar lebih dari itu.
Akhirnya, pada bait-bait kata yang tertuang di landasan udara kemarin,
pertahananku kembali berdiri, aku yakin, kamu pasti kembali.
Sayang, mau kah kau berjanji, di bawah langit yang memayungi
kita saat ini, dan riuh redam pesta akhir tahun serta pekat malam yang selalu
mampu menghadirkan rindu menjadi berkali lipat, dapat kah kau sertakan namaku dalam
perjanjianmu dengan Tuhan? Itu saja. Selebihnya, akan ku biarkan tangan Tuhan
yang menggenggam kita kelak, sampai waktu itu tiba.
Malam ini, masih dengan sebab yang sama, rindu menggadaikan
dirinya di altar pemberkatan, menanti siapapun dari kita berdua untuk
menebusnya. Serta membungkusnya dalam bentuk yang rapi bernama dekapan. Kamu
pasti mengerti, aku menanti.
Hai kamu, dengan segala kerendahan hati, aku hanya ingin meminta
lagi, cepatlah kembali.
Selamat tahun baru Irvan Dewantara...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar