Sabtu, 07 Desember 2013

Suratku..

foto: google



“Itu kan suratku.”

“Iya.”

“Kok dijadiin kapal-kapalan?”
~~~

Siang itu terik matahari membakar kulit mukaku. Berkali-kali kuusap wajahku, memanjakan rasa gatal bercampur perih yang membekas kemerahan di kedua pipiku. Aku benci sinar matahari, apalagi jam pelajaran olah raga yang diadakan siang hari, alergiku pasti sedang berpesta di kulit wajahku saat ini.

            Runtunan hal yang membuat moodku rusak hari ini belum cukup sepertinya, sampai akhirnya kudengar berita yang hampir membuat tubuhku jatuh karena menahan rasa terkejut. Bisik-bisik yang sedari tadi membuat heboh kelasku, sampai pula di telingaku. Tampak beberapa teman sekelasku bergerombol, beberapanya ada kumpulan gadis-gadis yang selalu sibuk dengan sisir dan cermin yang mereka bawa kemana-mana, aku tidak pernah bersahabat dengan mereka, lagipula mereka bukan tipe teman yang cocok untuk berdiskusi hal-hal positif -yang bukan gosip- denganku.

            “Ada yang kehilangan temen nih.” sahut salah satu perempuan yang selalu repot dengan sisir di tangannya itu dengan nada mengejekku saat aku memasuki kelas. Kupandangi wajahnya sekilas, sama sekali tak berniat untuk mengacuhkannya.

            “Lan, Saka pindah sekolah.” ucap salah satu teman terbaikku di kelas ini saat aku duduk di kursiku.
            “Kata siapa?”

            “Kata anak-anak. Tadi orang tuanya ketemu Kepala Sekolah. Makanya hari ini dia nggak masuk.”

            “Oh. Yasudah, makasih infonya Nin.” ucapku tak peduli, sama sekali tidak ingin membicarakan kabar yang tidak mengenakan ini. Ku buka buku pelajaranku untuk menghindari bahasan panjang tentang hal ini.

~~~

            Taman di tepi sungai itu masih sama seperti hari-hari kemarin, yang membedakannya hanya tentang dua hati yang mengunjunginya saat ini. Ku lihat pria yang duduk di tepi sungai itu tampak sedang sibuk dengan kertas di tangannya.

            “Saka!” teriakku menghampirinya, ia hanya menolehkan kepalanya sebentar lalu kembali asik pada kertas di tangannya.

            “Itu kan suratku.” sahutku lagi saat kulihat suratku yang kuberikan untuknya yang sedang ia lipat-lipat.

            “Iya.”

            “Kok dijadiin kapal-kapalan?”

            “Aku mau penulis surat ini yang akan menjemputku kembali pulang nantinya.” ucapnya singkat, diletakkan suratku yang sudah menjadi perahu kertas itu ke permukaan sungai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar