![]() |
foto: google |
Gerimis belum jenuh
sepertinya untuk mengetuk-ngetuk jendela kamarku sejak semalam. Pada akhirnya
kupilih untuk menghitung seberapa deras air yang turun, sekadar merenung sudah ada
berapa luka yang kupelihara sendiri.
Kamu apa kabar?
Benak itu yang
selalu kupilih saat langit kembali berurai air mata. Sulit kupungkiri bahwa tak
hanya gerimis yang mulai mengetuk - ngetuk jendela, ingatan tentangmu selalu
berusaha untuk mengetuk pintu kenanganku, kemudian membukanya sendiri dengan
paksa. Bukan sulit untuk mengikhlaskan, namun jika melupakan kenangan itu
semudah menggoreskan pena di atas kertas, puisi tentangmu pasti sudah memenuhi
kamarku sekarang. Pada kenyataannya, tak pernah semudah itu kenangan akan
mengendap lalu kadaluarsa pada nantinya.
Tak ada yang tau
bahwa pertemuan kali itu akan begitu banyak membekaskan kisah tentangmu, terutama
di otakku. Sisa kopi yang masih terpajang di atas bibirmu, lalu kamu tertawa
sesudahnya, tak pernah menjadi terlalu sederhana untuk dikenang. Ya semua tentangmu
memang selalu cepat melekat di sudut terpencil kepalaku, walau bagimu itu tak
pernah penting.
Tidak kamu tau kan,
saat potongan terakhir kentang goreng yang aku jatuhkan kala itu lalu kamu
mentertawaiku dan berkata bahwa aku tak lebih hebat dari seorang bocah, hal itu
yang masih membuat rinduku tentangmu masih meluap deras saat kembali kusambangi
café itu. Sederhana memang, namun sudah kubilang, bahwa kamu tak pernah terlalu
sederhana untuk dikenang.
Kini, rintik gerimis
masih saja berjatuhan pelan. Seolah kembali mengizinkanku untuk mengenangmu.
Aku rindu. Jika kutemukan lagi kata yang mampu menjelaskan bagaimana rasaku
sekarang selain rindu, akan kupilih kata itu. Sebab, makna rindu pun tak cukup
bagiku untuk menggambarkan rasaku. Karena bagimu, kata rindu pun tak pernah cukup juga
untuk menjadikan alasan sebuah temu.
Padahal ku tau pasti
aku melukai diriku sendiri. Dengan rindu yang masih membuncah, dan raga yang
masih berharap untuk kembali rebah di pelukmu. Aku masih tetap terluka. Namun seluruh
energiku masih mampu menghadirkan sosokmu dalam otakku.
Sekarang, jika
merindukanmu dapat membuatku seolah tak ada lagi oksigen di muka bumi, tak akan
aku biarkan ragaku menciptakan sebuah temu denganmu kala itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar