![]() |
foto: google |
*surat ini kutulis sambil
menghitung, sudah seberapa banyak..*
Dan.. Ku pikir mungkin kamu benar,
rasanya terlalu egois jika aku hanya memikirkan rinduku yang selalu berharap
untuk kamu tafsirkan. Maafkan aku ya.. Aku hanya merasa tak sanggup berdiam
diri terlalu lama membawa rindu dan sepiku sendiri.
Biarlah, kelak waktu yang aku
nantikan pun pasti akan tiba, semoga saja kau pun berharap demikian.
Kamu tahu? Bukan hanya kamu saja yang
sibuk dengan doa-doamu, jika saja Tuhan mampu menolak doa yang telah membuatnya
bosan, mungkin namamu tak lagi labuh di sana.
Aku hanya berpikir, sekuat apa
kita mampu saling mendoakan, sementara jarak telah meniadakan. Sekuat apa kita
mampu tetap merindu, jika temu itu masihlah menjadi bayangan semu.
Sore ini langitku masih saja menitikkan
berkas-berkas hujan, aku jadi ingat saat itu. Ketika kita sama-sama menghitung,
tentang rindu siapa yang paling membuncah, sehingga mampu membuat langit kita
menangis. Ketika kita sama-sama menghitung, tentang kenangan siapa yang paling
banyak mengisahkan luka, sampai-sampai membuat bumi menggenang.
Lagi-lagi ingatanku hanyalah
tentangmu..
Dan.. Aku sakit. Entah karena bercangkir
kopi yang selalu menemaniku untuk tegar memeluk rindu, atau karena terlalu lama
menahan candu atas pelukanmu.. Entah..
Pulanglah.. Banyak yang perlu kamu
tengok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar