![]() |
foto: google |
dengan senja yang mengetuk-ngetuk jendela memoriku..
“Aku cuma mau bilang, aku akan pulang untuk kamu. Karena
memang nggak ada siapapun yang memberatkan kepergian kecuali kamu.”
~~~
“Udah kangen sama aku belum?”
“Kalau jawabannya udah, ngaruh jadi cepet pulang nggak?”
“Nggak :D”
“Ya sudah, jawabannya belum berarti.”
“Oh.. Jadwal pulang diundur..”
~~~
Ku pikir senja kali ini akan bersahabat denganku, ternyata
tidak. Dalam laju kendaraan yang masih membuat bising telingaku, serta semburat
senja yang masih malu-malu karena kelabu pada mega kali ini lebih mencintai
langit, kamu masih saja memelukku dalam pikiran. Beberapa pesan yang kau kirim
untukku kembali membuat khayalanku kembali menghampiri personamu.
Ku kira kamu hanya egois dengan pikiranmu sendiri, nyatanya
kamu tak mau kalah untuk tetap menjadi hal pertama yang selalu aku pikirkan,
tak letih kah? Pada awalnya aku beranggapan bahwa hanya kamu yang akan menyita
waktu luangku, nyatanya tidak, rindu yang telah kamu timbulkan hampir
seluruhnya menyita waktu yang aku miliki.
Sudah kah merasa menang? Bukankah itu yang kamu mau untuk
setiap perdebatan kita? Okelah, untuk kali ini dan seterusnya, kamu yang akan
menang dalam mencuri rindu yang aku miliki. Lalu, hendak kau apakan kalau tetap saja
temu itu tak pernah ada?
Kamu curang, telah kuberi kemenangan untukmu atas rinduku,
tapi tak sedikitpun memberiku hangatnya dekapmu sebagai ucapan terima kasih.
Pada akhirnya lagi-lagi aku (mencoba) menikmati nestapa ku sendiri.
Boleh sekarang aku tanya, sudah kah kamu merindu ku? Jika
belum, aku akan pergi sejenak. Barangkali atas jeda yang aku beri, pintu
keegoisanmu akan terbuka sedikitnya. Jika Einstein berkata bahwa satu-satunya
hal yang tidak pasti adalah ketidak pastian itu sendiri, aku akan berkata padanya
kalau satu-satunya hal yang pasti (rasa sakitnya) adalah mencintai dan merindui
seseorang yang memiliki kekeras kepalaan yang tinggi.
Kamu pernah memintaku
untuk menunggu kepulanganmu, akan kulakukan, karena tanpa diminta pun aku akan
tetap menunggu. Jika aku meminta kamu untuk tetap merindukanku, bolehkah? Itu
saja, setidaknya kamu akan mengingat untuk tetap kembali.
Sayang, sebentar saja, bisa kah kamu pikirkan, bahwa suatu
saat nanti, kamu akan menyebutku rumah? Jika ya, segera pikirkan sekarang.
ps: tak baik meninggalkan rumah terlalu lama.
dengan cinta dan ribuan doa,
ocie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar