![]() |
foto: google |
Dan, surat ini langsung kutulis ketika kudapati suratmu
tadi. Aku baru saja pulang dari kedai kopi yang biasa menjadi tempat kita
berdebat –aku ingat sekali kamu tak pernah mau kalah dalam beradu argumen
denganku, dan perlu kau tahu, telah kujatuhkan hatiku padamu sejak itu– sudah
lama sekali aku tak menyambanginya bersamamu, aku rindu Dan..
Tenang saja, untuk kali ini aku tak lagi memesan secangkir
kopi, aku akan (mencoba) mengingat pesanmu.
Perihal kotak suratmu, sampaikan pada ayahmu, tak apa jika
memang akan dibiarkan begitu saja, surat-surat ku pasti tau akan kemana dialamatkan.
Tak perlu kau risaukan bahwa hujan akan melunturkannya, karena akan selalu ada
rindu untukmu dalam setiap kata di sana.
Dan, tak perlu kau pinta pun, pikiranku akan selalu
tentangmu, tentang bagaimana keadaanmu di sana, tentang akan sampai kapan kamu
akan kembali membawaku dalam dekapmu. Tanpa perlu kau harapkan pun, seluruh
hatiku tak pernah lalai menjaga namamu di sana.
Ku rasa, akhir-akhir ini waktu telah merenggut kesabaran
masing-masing di antara kita, surat-surat kita terlalu banyak rindu dan amarah.
Tentang pintu yang kamu maksud, ku harap kamu akan menyambutnya saat nanti
kusambanginya lagi.
Aku pun merindukanmu Dan, kau pasti tahu itu. Sedikit saja,
ku pinta padamu untuk menghilangkan keegoisanmu, sekali lagi ku tanya, kapan
kamu akan pulang? Sebab yang ku tahu, untuk apa merindu jika masing-masing di
antara kita sama-sama tidak berjuang untuk sebuah temu?
rindu dan seribu doa,
kumala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar