Kamis, 01 Mei 2014

Mencintaimu sekali lagi..

foto: google

Ketika hanya dia yang terbersit dalam ingat kala mata terbuka atau memejam. Ketika keseimbangan duniamu ada padanya, maka jika ia tak ada, kamu merasa seisi bumi menjadi musuhmu. Ketika sapa sekecil-kecilnya mampu membuat jantungmu bergejolak tak beratur. Dan ketika rindu yang selalu menusuk-nusuk hatimu hanya berasal dari sosoknya, boleh kusebut ini cinta?



Satu hal yang ku tahu pasti saat membiarkan hatiku memberikannya ruang untuk sosoknya, aku hanya berjanji bahwa akan kutempati ia di satu-satunya tempat yang paling layak di sana.

Aku tak peduli akan sesakit apa nantinya hanya untuk membuatnya nyaman berada di sana, yang kupedulikan hanyalah memastikan bahwa ia akan selalu baik-baik saja.

Senin, 14 April 2014

Lalu apa? Entah..

foto: google


Jika melalui luka dan kesakitan aku mampu menjadi tegar, harus berapa banyak lagi air mata yang tumpah membasahi pipi?



Kepada waktu yang terus bergulir tanpa memberikan jeda untuk beristirahat, kecewaku pernah dilahirkan. Ber-ibu harap yang ternyata terlalu tinggi, serta ber-ayah kenyataan yang hanya membawa perih; aku menemukan siapa aku, seseorang yang bahkan tak akan dicari kepergiannya.

Nyatanya luka memberikanku dunia yang baru, bahwa tak akan lagi ada semburat jingga yang hinggap di pipi, atau kilatan manja yang bergemuruh di kedua mata.

Duniaku kelabu. Luka-luka itu menumpahkan tinta warna-warniku, lalu menggantikannya dengan dua warna yang baru--hitam dan putih-- serta mencampurkan keduanya menjadi satu.

Minggu, 02 Maret 2014

Temui Aku

Senja berhasil menari-nari dalam penantianku. Sebab ketabahan dalam merinduimu, selalu datang bersama malam.


Daniel.. Akan ku tepati segala janji, serta rerintik rindu yang jatuh tepat di pelupuk mata kita, izinkan aku menghapusnya bersama dengan rebahnya kepalaku di dadamu.


Daniel.. Tengoklah barang sejenak, aku hadir di hatimu untuk menanti, aku hadir di tempat dimana tubuhku melepasmu pergi. Aku hadir, untuk menyambutmu.


Temui aku di tempat terakhir kali kamu mengecupku dengan salam perpisahan.


Aku... rindu. Dengan sangat.

Jumat, 28 Februari 2014

Bagaimana, Dan?

Sesekali, dengarkan parkit-parkit kecil bernyanyi di penghujung senja, agar kau tau, seberapa jauh aku membuangnya, kesedihan akan menemukan jalannya sendiri untuk kembali pulang.


Daniel, tempo hari, dalam surat (rinduku) yang kesekian, aku bercerita tentang rindu dan segala ego kita yang berlomba menjadi seorang pemenang.

Padahal yang kita tau, seberapa pun kita mengadu rindu-rindu yang kini berserak tanpa bisa lagi kita kendalikan, pertemuan hanya akan menjadi sisa mimpi semalam; terlupakan.


Sudah berapa lama, Dan? Kita sibuk mengadu rindu, meneriakannya paling lantang, berlomba rindu milik siapa yang akan cepat kembali pada tuannya. Sementara kamu, pun aku, sama-sama melupakan apa yang seharusnya kita jaga; hatiku pun hatimu.


Sudah berapa jauh, kita sama-sama melupakan, tentang kesehatan yang seharusnya kita jaga. Sebab katamu dulu, "Mala, jangan lupa akan kesehatanmu, pun kita. Sebab rindu akan mengikisnya perlahan. Mala, jangan kau abai pada kesehatanmu, sebab waktu, akan membuatnya renta untuk menjadi seorang pesakitan. Mala, jangan kau abstain menjaga kesehatanmu, sebab rinduku, masih membutuhkan hangatnya dekapmu, kelak."

Kapan terakhir kali kita tidak egois, untuk sedikit saja menanyakan kabar masing-masing di antara kita, Dan? Sebab selama ini, rindu membuat kita sama-sama gila. Menagihnya tanpa jeda.


Sudah seberapa panjang, rindu melahirkan anak-anak ego, yang berserak mungil di tepian hati kita, di sudut-sudut mata kita, dan di setiap ruang pikiran kita. Sebab seberapa keras kita berjuang dan menagihnya lantang, hanya kekeras kepalaanmu, pun aku yg selama ini kita coba menangkan.


Bagaimana, Dan?

Rabu, 26 Februari 2014

Angan kosong..

Pada waktu yang tak jemu untuk melaju, semoga bukan kita yang terhempas karena putarannya.

Beberapa hari ini, aku sibuk dengan pikiran-pikiranku sendiri, Dan.
Berkali aku harus berjibaku dengan rindu yang melulu tentang kamu, tentang kita--yang katamu selalu tentang aku, dan kamu.

Perihal waktu yang masih mengulur terlalu lama, pun rindu-rindu yang katamu semakin menggila. Adakah sebenernya hanya ego kita yang saling beradu, Dan?

Kita sama-sama saling menyebutnya rindu --atau doa-doa penghantar tidur yang mampu membuat kita saling terlelap sekalipun masing-masing dari kita diliputi kesakitan atas candu yang kita buat sendiri.

Kita sama-sama menamainya ketabahan--saat kita saling mendoakan, berharap lengannya mampu memeluk kamu, pun aku.

Dan, masih kah kita saling menyebutnya rindu? Jika hanya ego yang lahir di setiap risaunya.
Atau masih kah kita mampu memanggilnya rindu? Atau hanya angan kosong yang mengatas namakan rindu?

Ada banyak hal yang hilang, Dan...

Senin, 24 Februari 2014

Pergi (?)

Kemana pun langkah kaki membawa tubuhku menjauh pergi, nyatanya tetap kepada dekapmu lah aku hanya ingin kembali.

Daniel.. Perihal keresahan yang menyelimuti dinding-dinding rindu kita belakangan ini, pernah tidak sedikit saja kamu bayangkan, bagaimana jika tak lagi ada aku dalam akhir penantian?

Bukan, bukan aku letih menanti. Bukan pula tentang rindu yang perlahan membuat rasaku mati. Namun, apa jika aku sedikit saja pergi, kamu akan tetap kembali?

Dan, kamu pasti tau, tak pernah ada sedikit pun niatku untuk menjauh darimu. Atau letih menanti kepulanganmu, sebab kemana pun aku pergi, aku hanya ingin kembali pada hatimu.

Aku hanya berharap, biarkan lengan-lengan rindu kita yang kan memeluk kita erat. Sampai pada masanya, jemarinya yang akan menyatukan kita.

Aku (pasti) tetap menanti.

-kumala

Sabtu, 22 Februari 2014

Aku ingin..

Hujan kembali mengetuk-ngetuk pelupuk mataku, namun, mengapa air mataku yang jatuh berguguran?

Daniel..
Aku ingin tabah menantimu, seperti senja yang setia menapaki peraduan untuk menjemput malam.

Aku ingin tabah merindumu dalam sepi, seperti waktu yang tetap melaju, tanpa pernah sedikit pun letih untuk berbalik arah.

Aku ingin tabah mencintaimu, serupa jati di kala gugur, tetap bertahan meskipun helai daunnya lambat meranggas.

Aku ingin menjadi pekat malammu, di mana katamu, kamu selalu cinta akan gulita.
Aku selalu ingin dicintai olehmu.

Aku ingin menjadi matahari untuk bumi-mu, di mana kamu akan selalu berotasi pada hadirku.
Aku selalu ingin mencuri seluruh perhatianmu, Dan.

Daniel, aku ingin kamu--untukku. Itu saja.

Kamis, 20 Februari 2014

Tentang waktu yang melaju

foto: google



Ku harap, surat yang ku tulis hari ini, kelak akan mengantarku menuju kamu, Dan..


Daniel..  Pernah aku katakan, bahwa hampir seluruh waktu yang aku punya, belakangan ini hanya dimiliki olehmu. Seluruh pikiran yang melintas di kepalaku hanya dipenuhi tentangmu. Lantas, bagaimana bisa aku tidak memperhatikanmu bahkan yang sekecil-kecilnya?



Tak kau tahu Dan, seberapa besar kekuatankku untuk berusaha tabah berkali-kali saat keinginanku tak pernah akur dengan keadaan yang kini aku lewati.

Tak kau tahu, seberapa letih aku menekuri hari demi hari yang berkali-kali dihujani rindu sementara tak lagi ada dekap tubuhmu untuk tubuhku berteduh.

Jika waktu yang aku habiskan untuk memikirkan seluruh tentangmu ialah sebuah pondasi, sudah ada rumah untuk rindumu pulang, Dan; di hatiku.

Selasa, 18 Februari 2014

Selamat, yang tertunda..

foto: google


Sore tadi, hampir saja rasa kantukku menenggelamkanku saat aku sedang menanti surat darimu.

Entah efek obat yang akhir-akhir ini kuminum, atau kejenuhan yang mulai menyambangiku pada akhirnya. 

Beberapa hari ini suratmu terlalu lama tiba, barangkali pak pos mulai bosan mengatarnya, atau mungkin kamu yang sudah enggan memberiku kabar, Dan?

Semoga prasangkaku yang terakhir tidak tepat, ya.

Aku bisa gila kalau terus-terusan dihujani pikiran buruk tentangmu. Rasanya, rindu mulai menjadi musuh terbesarku kali ini.

Minggu, 16 Februari 2014

Bagaimana?

foto: google



Dan.. Kamu sedang apa?

Mengapa terlalu lama mengulur waktu?



Aku tak akan terlalu banyak berperang dengan akal sehatku sendiri seandainya kamu memberiku kesempatan untuk menjemput rindumu.

Lupakan tentang ruam-ruam rindu yang sekarang menjadi meradang.

Lupakan tentang seberapa sakit menugukur jarak dalam ruang sepi.

Jumat, 14 Februari 2014

Sampai dimana?

foto: google




Dan, tentang tujuan kita yang kemana pada akhirnya, aku berharap kepadamulah segala resah dan rinduku berpulang.

Sementara tentang peringaimu yang tak kunjung tiba, aku akan selalu tabah menantimu walau pada akhirnya kesepian perlahan menyakitiku.

Kamis, 13 Februari 2014

Aku hanya minta sedikit

foto: google



Kepada kamu, yang selalu ku nanti kepulangannya


Boleh tidak, aku meminta senyummu hadir di sudut-sudut bibirmu, hari ini, dan seterusnya?

Atau bolehkah, aku memelukmu erat saat segala amarah dan egomu lagi dan lagi kembali merenggutmu dari sisiku?



Aku tak ingin membuatnya menjadi berlalu terlalu lama. Atau membiarkannya terus tersulut tanpa pernah bisa aku padamkan.

Sayang, kamu tahu? Seandainya saja saat ini aku ada di sisimu, satu hal yang pertama kali aku lakukan hanyalah memelukmu erat, tak kan kubiarkan jarak memberikan sedikit saja jeda sampai akhirnya kamu kembali lagi ke sisi.

Rabu, 12 Februari 2014

Dik..

foto: google




Teruntuk kamu, yang setia menemani malam dan lelap tidurku


Dek, sehat-sehat selalu ya.. Mbak selalu mendoakan yang terbaik untukmu.


Semoga diberi kelancaran untuk persiapan dan olimpiade fisikanya. Semoga Tuhan juga memberi kemudahan di setiap langkahmu.

Aku (masih) rindu

foto: google



Dan, syukurlah.. Sedikitnya suratmu tempo hari membuatku lebih tenang. Walau aku lebih membutuhkanmu tentunya.


Salam dari ibuku juga, ibu bilang, jika saja kamu ada di sini, mungkin ia tak perlu bersusah payah untuk memaksaku menelan pil-pil pahit itu.

Aku bosan Dan, kamu pasti tahu bagaimana menderitanya aku menelan pil-pil itu.

Selasa, 11 Februari 2014

Terima kasih ya..

Kepada, (salah satu) penyemangatku..



Malam itu kuingat bagaimana kamu terdera panik (sekali lagi) saat keadaanku semakin memburuk. Aku pun tahu bahwa gelisahmu semata-mata karena profesionalintasmu.

Masih kuingat pula ketika berkali kamu mengingatkanku untuk tetap tenang, bahwa ruang operasi bukanlah musuh, bahwa semuanya akan baik-baik saja, terima kasih untuk itu ya..

Aku pun masih ingat ketika kamu menyempatkan waktumu untuk mendengarku bercerita kala malam itu gelisahku membawa pergi kantukku. Waktu itu kamu bilang, "Jangan sedih, berarti dia sayang kamu." Sekali lagi terimakasih untuk tetap membuatku tenang.

Senin, 10 Februari 2014

Sebentar saja, Tuhan..

foto: google



Jika saja EKG sedikit akur dengan apa yang diinginkan olehku, mungkin waktu tak kan sebegini menyulitkan.
Jika saja deru nafas lebih sedikit tidak membuat sakit, mungkin ceriaku kan lebih lama hadir dibanding kemarin.



Tuhan, tak sedikitpun aku ingin mengeluhkan apa yang sedang terjadi. Aku hanya ingin sedikit saja dapat berdamai dengan putaran waktu. Jika kesakitan panjang yang pernah ada akan membawaku kepada takdir, aku hanya ingin meminta semoga keadaan tak kan pernah membuatnya lebih sulit.

Aku sakit..

foto: google



Baru saja ibu menepuk bahuku tiba-tiba, saat sedang kutekuri lagi surat-suratmu kemarin.

“Dari pangeranmu lagi.” begitu ucapnya

 Kamu tahu? Aku hampir saja tak sengaja merobek surat darimu karena tidak sabar untuk membacanya.


Dan, akhir-akhir ini tak ada lagi yang menarik perhatianku selain menanti suratmu sambil membaca ulang seluruhnya. Karena bagiku satu-satunya jarak terdekat menuju kamu hanyalah dengan kembali menekuri tiap kata yang kau ukir di sana.

Minggu, 09 Februari 2014

Kepada pemilik amarah

foto: google


Kepada pemilik amarah,



Sedikit saja, aku hanya ingin menyampaikan satu hal yang harusnya tak perlu kamu risaukan.
Tak adakah akal sehat atau sedikit saja keikhlasan yang menyambangi tubuhmu?
Tak adakah kesadaran diri bahwa apa yang ingin kamu tuntut adalah bukan hakmu?
Tak adakah keinginan untuk sedikit saja menyadari bahwa kamu tak seharusnya seperti ini?

Sabtu, 08 Februari 2014

Kepada sunyi..

foto: google


Baru saja kemarin aku berusahan berdamai denganmu lagi, namun lagi-lagi perihal tentang kesunyian tak pernah jera memberi luka. Pernah ku belajar, bahwa aku perlu memeluk sunyi agar suara hati dapat terdengar lebih lantang. Namun apakah kau tahu setelah itu apa yang kudapati selain hanya luka?

Sekali lagi aku tanya..

foto: google


Dan, surat ini langsung kutulis ketika kudapati suratmu tadi. Aku baru saja pulang dari kedai kopi yang biasa menjadi tempat kita berdebat –aku ingat sekali kamu tak pernah mau kalah dalam beradu argumen denganku, dan perlu kau tahu, telah kujatuhkan hatiku padamu sejak itu– sudah lama sekali aku tak menyambanginya bersamamu, aku rindu Dan..

Tenang saja, untuk kali ini aku tak lagi memesan secangkir kopi, aku akan (mencoba) mengingat pesanmu.



Perihal kotak suratmu, sampaikan pada ayahmu, tak apa jika memang akan dibiarkan begitu saja, surat-surat ku pasti tau akan kemana dialamatkan. Tak perlu kau risaukan bahwa hujan akan melunturkannya, karena akan selalu ada rindu untukmu dalam setiap kata di sana.

Kamis, 06 Februari 2014

Teruntuk ibuku (kelak)..

foto: google



Assalamualaikum ibu,

semoga ketika surat ini tiba dalam genggamanmu, ibu dalam keadaan baik-baik saja.



Sebelumnya, dengan segala kerendahan hati, kuberanikan diri menulis surat ini untuk ibu.

Ibu, mungkin aku bukanlah siapa-siapa, hanya wanita yang membawa angan terlalu besar untuk memperlihatkannya kepada ibu. Bukan untuk berniat angkuh, atau mengajak ibu untuk bersaing, aku hanya ingin mengadakan sedikit perjanjian dengan ibu.



Bu, pangeranmu telah banyak bercerita tentangmu, tentang bagaimana hangatnya pelukan ibu, tentang bagaimana rindunya ia pada hadirmu. Pun tentang masakan yang selalu membuatnya rindu. Terkadang yang hanya mampu aku lakukan saat ia berkeluh kesah hanyalah menyuruhnya pulang menghampirimu, sebab aku tahu, bahwa ibu pun pasti merindunya.

Pintu yang mana?

foto: google



Bagaimana kotak suratmu? Aku baru saja selesai membenahi remah-remah kenangan tentangmu ketika kudapati suratmu. Ku pikir, berkas hujan yang membasahi surat ku kemarin telah mewakilkan air mataku saat aku menulisnya. Semoga saja kamu masih dapat membaca seluruh pesanku dengan utuh.

Ngomong-ngomong, sampaikan salamku pada kakak perempuanmu bahwa aku baik-baik saja, aku masih kuat menahan resahku tentangmu sendiri.

Rabu, 05 Februari 2014

Sudah rindu belum?

foto: google


dengan senja yang mengetuk-ngetuk jendela memoriku..



“Aku cuma mau bilang, aku akan pulang untuk kamu. Karena memang nggak ada siapapun yang memberatkan kepergian kecuali kamu.”

~~~


“Udah kangen sama aku belum?”
“Kalau jawabannya udah, ngaruh jadi cepet pulang nggak?”
“Nggak :D”
“Ya sudah, jawabannya belum berarti.”
“Oh.. Jadwal pulang diundur..”

~~~


Ku pikir senja kali ini akan bersahabat denganku, ternyata tidak. Dalam laju kendaraan yang masih membuat bising telingaku, serta semburat senja yang masih malu-malu karena kelabu pada mega kali ini lebih mencintai langit, kamu masih saja memelukku dalam pikiran. Beberapa pesan yang kau kirim untukku kembali membuat khayalanku kembali menghampiri personamu.



Ku kira kamu hanya egois dengan pikiranmu sendiri, nyatanya kamu tak mau kalah untuk tetap menjadi hal pertama yang selalu aku pikirkan, tak letih kah? Pada awalnya aku beranggapan bahwa hanya kamu yang akan menyita waktu luangku, nyatanya tidak, rindu yang telah kamu timbulkan hampir seluruhnya menyita waktu yang aku miliki.

Selasa, 04 Februari 2014

Kak Ika sayang..

foto: google


Kak Ika sayang..


Remah-remah terimakasih selalu akan tercurah untukmu kak.. Terimakasih untuk ketabahan dan kekuatanmu mengantar ribuan kata milikku dan milik mereka yang dipenuhi cinta. Semoga kak Ika juga turut diselimuti cinta..

Mari Berhitung

foto: google


*surat ini kutulis sambil menghitung, sudah seberapa banyak..*



Dan.. Ku pikir mungkin kamu benar, rasanya terlalu egois jika aku hanya memikirkan rinduku yang selalu berharap untuk kamu tafsirkan. Maafkan aku ya.. Aku hanya merasa tak sanggup berdiam diri terlalu lama membawa rindu dan sepiku sendiri.

Biarlah, kelak waktu yang aku nantikan pun pasti akan tiba, semoga saja kau pun berharap demikian.

Senin, 03 Februari 2014

(Masih) Untuk Kamu

foto: google


*sebelum kau baca surat ini ada baiknya kau dengarkan musikalisasi yang pernah ku kirim untukmu*


Dear kamu,


Tak usahlah menebak-nebak sebelumnya kepada siapa surat ini tertuju, karena harusnya kamu tahu, bahwa kamu lah yang selalu tertuang mewujud kata dalam setiap tulisanku, bahwa rindu kepadamu lah yang membuatku tak pernah kehabisan upaya untuk menyuruhmu pulang.

Minggu, 02 Februari 2014

Tak Usah Mencari

foto: google

Teruntuk kamu, yang namanya tak pernah abstain dalam rapalan doaku.


Surat ini kutulis bersama rindu yang malu-malu, dan segala rasa takut yang masih membuncah.


Aku tak tahu harus dengan bagaimana aku mengawali suratku, namun satu hal yang ku tahu pasti, tumpahnya kerinduan dan rasa takut ku yang membawa ku kepada surat ini. Dari beribu kilometer tempatku berada, sesungguhnya aku hanya ingin mengirimkan berjuta rindu untukmu, karena aku ingin kamu cepat kembali. Dari jauhnya jarak yang kini ada untuk memisahkan kita, aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa kebahagianku akan selalu menyelimutimu, bahwa senyumku akan selalu menyertai langkahmu. Dan dari segala penjeda yang masih menjadi penunda raga kita untuk bertemu, sesungguhnya aku selalu ingin menepati janjiku padamu.

Berjibaku dengan Waktu

foto: google

Kamu jahat..


Kamu tanyakan apakah aku baik-baik saja setelah jarak membawa tubuhmu pergi menjauhiku? Aku tentu tidak baik-baik saja. Kamu pasti tahu itu. Aku rindu.


Tak usah kau tanya apakah aku mengingat hari itu, karena tanpa perlu kau ingatkan pun, kejadian kala itu masih terekam jelas di kepalaku, bahkan aku masih mampu merasakan lembutnya jemarimu saat mereka menyeka air mataku perlahan. Seandainya saja aku tahu bahwa menahan rindu akan sesakit ini, tak akan kubiarkan tubuhku melepasmu pergi.

Sabtu, 01 Februari 2014

Maaf yang Kesekian..

foto: google


Kepada Aditya Irhas Saputra


Sebentar, izinkan aku untuk mencerup sedikit lagi beberapa tangkai anggrek putih dan lily putih yang menjadi kesukaan kita.


Mas, sebelumnya, aku ingin meminta maaf padamu untuk yang kesekian, maafkan jika keikhlasan itu belum juga menghampiri sudut terdalam hatiku setelah beberapa tahun berlalu. Maafkan jika masih ada tangis saat ingatanku kembali melambungkan bayang-bayangmu beserta kebahagiaan kita. Maafkan sekali lagi, jika itu memberatkanmu.